“Belum pernah kucoba ukur derajad suhu di
akhir-akhir malam ini, namun angin yang berlalu bak sembilu menembus lapisan
lemak di ariku” Ucap gadis itu lirih.
Duduk dengan kaki menggantung pada
jembatan kayu yang hampir rapuh di pantai selatan, didekap malam yang sungguh
dingin. Ia melamun dengan mug berisi teh panas di genggamannya.
5th
yang lalu,
“Ibumu pergi! Ayah tak bisa menjaganya dengan baik!” Kata ayah gadis itu.
“Aku memang ditakdirkan down
syndrome dan bisu. Rangkaian kataku hanya berhenti di kalbu dan sesekali
kugoreskan dalam tulisan dengan lemah. aku tidak bisa mendebat ayah mengenai
kemana Ibu pergi. Ke alam baka? Atau ke ujung dunia?” – “Yang jelas, ayah
berjanji untuk tidak membagi-bagi cinta ayah padaku. Sudah cukup pekerjaan ayah
yang menjadi perampok waktu kami. Dan ayah telah menipuku dengan memeluk mesra
wanita itu di stasiun” Batin gadis itu dengan kacau.
“(Pluk-Byur
)” . Dinginnya air di laut selatan itu mungkin sama seperti laut Bosphorus,
dengan cepat memecah mug panas yang dijatuhkan gadis itu, akibat perubahan suhu
yang mendadak.
“TEPAT SEKALI” Gadis itu tersenyum
puas melihat mug keramiknya yang pecah berkeping-keping.
Dari kejauhan didengarnya hentakan
kaki berlari kencang seperti hampir merobohkan jembatan tua itu. Dengan lantang
ia berteriak, “DIA IBUMU, NAK…….!!”
Gadis itu tersenyum mendengar suara
lantang yang menggetarkan air laut yang telah masuk di lubang telinganya.
Created : Fitria Rizky Sutrisna
0 komentar:
Posting Komentar