Berderet dengan beribu dokumen manisku, Puisiku.

Wahai malam-ku yang tak terhitung lagi
Denyutmu selalu menakuti masaku yang kosong
Sedang kau tahu pangeranku pergi, entah kemana.
Jika aku disebut Dewi, panggillah kini Dewi Ngungu
Duduk di empuknya awan, dan ditertawakan ribuan bintang yang berdansa.
Awan ini semakin dingin.
Aku tak ingat kapan terakhir pangeran mengistirahatkan tubuhnya disanding sudutku biasa duduk.
Glek.. Berkali-kali kutelan ludahku sendiri.
Aku terdiam, namun lelah luar biasa
Ini sungguh dingin, namun aku berpeluh luar biasa
Coba-coba, kutata kembali nafasku yang tersendal karna tangis
Namun udara bak menghilang kurasa.
Terasa mencekik ulu.
Tiba-tiba,
Suara sepatu kuda dari arah sana,
Kukira pangeran telah pulang,
Senymku mencuat begitu saja.
Oh Ternyata,
Hanya suara detak jam yang diubah dengan hiperbola oleh otakku.
Sungguh naif.
0 komentar:
Posting Komentar